LBM MWC NU Kecamatan Kalianget eksis mengadakan Bahtsul Masail yang dilaksanakan setiap bulan Minggu pertama. kegiatan ini dilaksanakan bergiliran dari Ranting ke Ranting yang ada di seluruh Kecamatan Kalianget.
Kali ini Bahtsul Masail MWC NU Kecamatan Kalianget diadakan di Ranting NU Desa Kalimo'ok tepatnya bertempat di Masjid Amanah pada tanggal 4 April 2021. kegiatan ini di hadiri oleh seluruh alim dan ulama yang ada di kecamatan Kalianget. masing-masing Ranting dan Banom mengutus perwakilan sebanyak 4 orang dari jajaran Ro'is syuriah dan 4 orang dari jajaran Tanfidziah.
acara Bahtsul Masail kali ini diawali dengan istighosah bersama, yang dipimpin oleh KH. Yusri Salim dan ditutup oleh doa yang dibacakan oleh Kyai Moh Tallip. adapun sambutan di sampaikan oleh KH. Gofur, S.Pd.I, M.Pd. selaku Ketua Tanfidziyah Kecamatan Kalianget.
Bahtsul Masail juga di hadiri oleh Ketua LBM Ust Syamsi Riyadi, M.Pd. M.Ag dan dipimpin oleh Ust Joyono, S.Pd.I adapun pembahasan yang dibahas dan hasilnya adalah
Asilah Bahtsul Masail MWC NU Kalianget – April 2021
1.
Hajatan
Pernikahan
Hajatan
pernikahan, khususnya di Kalianget, tidak jarang dilakukan secara besar-besaran
dengan mengundang sekian banyak sanak famili, kerabat, tetangga, dan bahkan
kenalan yang berasal dari luar Kalianget. Sudah menjadi tradisi jika si A ingin
mengadakan hajatan pernikahan maka si B akan memberikan sumbangan sekian,
sehingga jika si B juga akan mengadakan hajatan pernikahan si A dirasa perlu
membantu dengan sumbangan sebesar atau bahkan lebih besar dibandingkan dengan
sumbangan yang diberikan oleh si B kepadanya, atau yang lebih dikenal dengan
istilah “tompangan”.
Pertanyaan:
a. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap adat tompangan
tersebut?
b. Jika dianggap hutang, bagaimana hukum memberikan
pengembalian tompangan yang lebih besar atau lebih kecil dibanding dengan yang
diterima?
Jawaban:
a. Dalam penjelasan Sayyid Bakr Ad-Dimyathiy, sebagian ulama
menkategorikannya sebagai pemberian Cuma-Cuma, sebagian lagi condong pada
hutang. Jalan tengah perbedaan pendapat ini adalah dengan cara mengembalikan
pada adat kebiasaan masyarakat, jika memang umumnya masyarakat menganggapnya
sebgaia hutang maka wajib dilunasi.
Referensi : I’anath At-Thalibin, J III, Hal. 58.
b. Jika dianggapa hutang, sebagaimana adat masyarakat
kalianget, maka harus dibayar sesuai besaran yang diterima, dan disunnahkan
mengembalikan dengan besaran/besaran yang lebih baik.
Referensi: Al-Fiqh Al-Islamiy Wa Adillatuh, J V, Hal.
3793-3795
Sail:
Ranting NU Kalianget,
2.
Jual beli arisan
Banyak
terjadi di masyarakat transaksi
jual beli arisan seperti misalnya jika si A mendapat undian arisan dengan nilai
20.000.000, sedangkan si B yang belum mendapat undian dan sedang membutuhkan
uang berinisiatif membeli hasil undian si A dengan harga msialnya 5.000.000.
adapun undian yang menjadi hak si B di kemudian hari telah berpindah tangan
menjadi hak undian si A.
Pertanyaan:
- Bolehkah transaksi tersebut menurut pandangan
hukum Islam?
- Jika tidak boleh, bagaimana solusinya?
Mengingat meratanya kebiasaan tersebut di tengah masyarakat.
Jawaban:
1. Tidak boleh, karena termasuk
dalam kategori transaksi Riba fadhl
dan tidak memnuhi syarat: kontan,
langsung serah terima dan senilai/sepadan.
Referensi: Quth Al-Habib
Al-Gharib, Hal. 212.
2. Tidak ada solusi pembenaran
transaksi tersebut, mengingat sangat merugikannya transaksi tersebut terhadapa
salah satu pihak, meskipun dengan cara dihilah/diakal-akali atau
direkayasa, Sesuai kaidah
كل
حيلة يتوصل بها إلى إبطال حق أو إحقاق حق فهي حرام
Sail: Ranting NU Kalimook
3.
Shalat Hadiah
Salah
satu tradisi NU di tengah masyarakat misalnya shalat hadiah yang oleh sebagian
kalangan di luar NU dibid’ahkan karena tidak ada contoh yang menegaskan
dilakukan oleh Nabi SAW dan para sahabat
r.hum. shalat ini biasa dilakukan oleh warga NU di malam pertama ba’da maghrib
setelah mayit dikuburkan.
Pertanyaan:
a. Bagaimana hukum shalat tersebut dalam pandangan
syariat Islam?
b. Jika memang tidak diperbolehkan, bagaimana
solusinya ?
Jawaban:
a. Jika dilaksanakan dengan niat
shalat hadiah, maka tidak boleh
Referensi: Tuhfah Al-Muhtaj, J
II, Hal. 238 (dalam Muktamar NU ke VI
b. Shalat hajat atau shalat muthlaq, untuk kemudian
pahalanya dihaturkan kepada mayit
Referensi: Al-Fiqh Al-Islamiy Wa Adillatuh, J III, Hal. 2096
This post have 0 komentar
:) :( hihi :-) :D =D :-d ;( ;-( @-) :P :o -_- (o) :p :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ $-) (y) (f) x-) (k) (h) cheer lol rock angry @@ :ng pin poop :* :v 100